Kristenisasi dan Toleransi dalam masyarakat majemuk, temukan bagaimana misi keagamaan dapat selaras dengan sikap saling menghargai & hidup berdampingan.
Isu kristenisasi dan toleransi sering kali menjadi sorotan dalam diskusi keagamaan di Indonesia. Dalam masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia, keberadaan berbagai agama yang hidup berdampingan membutuhkan sikap saling menghargai dan saling memahami. Namun, istilah “kristenisasi” kerap kali muncul dalam konteks kontroversial dan menimbulkan kecurigaan. Lalu, bagaimana seharusnya kristenisasi dipahami? Dan di mana letak batas antara misi keagamaan dan toleransi?
Apa Itu Kristenisasi dan Toleransi?
Secara umum, kristenisasi merujuk pada proses penyebaran ajaran Kristen kepada mereka yang belum mengenalnya, dengan harapan mereka menerima dan mengikuti iman Kristen. Dalam teologi Kristen, hal ini merupakan bagian dari perintah Yesus dalam Amanat Agung (Matius 28:19–20) untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Dalam praktiknya, kristenisasi bisa berbentuk penginjilan secara terbuka, pelayanan sosial, pendidikan, atau kesaksian hidup yang mencerminkan kasih Kristus.
Namun, istilah ini sering kali disalahpahami atau diasosiasikan dengan pemaksaan, manipulasi, atau bahkan eksploitasi terhadap kelompok tertentu, terutama dalam konteks bantuan sosial. Inilah yang membuat kristenisasi menjadi isu sensitif di masyarakat majemuk.
Toleransi: Fondasi Kehidupan Beragama
Toleransi bukan berarti membenarkan semua keyakinan, tetapi menghormati hak setiap orang untuk meyakini dan menjalankan agama sesuai dengan nuraninya. Dalam konteks ini, toleransi dan kristenisasi sebenarnya tidak perlu saling bertentangan, selama proses penyebaran agama dilakukan dengan etika dan rasa hormat.
Dalam masyarakat plural, setiap agama memang memiliki hak untuk menyampaikan ajarannya. Namun hak itu juga disertai tanggung jawab untuk tidak memaksakan kehendak, merendahkan keyakinan lain, atau menyusupi wilayah keagamaan orang lain secara tidak etis. Di sinilah toleransi berperan sebagai batas moral sekaligus jembatan damai antarumat.
Menjaga Keseimbangan: Misi dan Penghormatan
Umat Kristen, sebagaimana umat agama lain, memiliki kewajiban spiritual untuk membagikan ajarannya. Namun, cara menyampaikan pesan iman harus dilakukan dengan ketulusan, kejujuran, dan transparansi. Memberi bantuan sosial, pendidikan, atau layanan kesehatan kepada siapa pun tanpa embel-embel harus menjadi standar, bukan alat misi terselubung.
Sebaliknya, masyarakat juga perlu bersikap terbuka. Tidak semua bentuk kristenisasi adalah ancaman. Terkadang, misi Kristen hadir dalam bentuk dialog antaragama, kerja sama lintas iman, atau aksi kemanusiaan bersama. Ketika dilihat dari kacamata toleransi, semua pihak bisa belajar menghargai dan hidup berdampingan tanpa rasa curiga berlebihan.
Penutup
Kristenisasi dan toleransi seharusnya tidak menjadi dua kutub yang saling bertentangan. Dengan pendekatan yang penuh kasih, terbuka, dan etis, penyebaran ajaran agama bisa berjalan selaras dengan kehidupan masyarakat yang damai dan saling menghargai. Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, penting bagi setiap umat beragama untuk memegang prinsip iman masing-masing tanpa kehilangan sikap hormat terhadap keberagaman. Karena sejatinya, toleransi adalah wajah cinta yang paling nyata dalam kehidupan bersama.